Perbaikan
Fermentasi Nira Tradisional dengan Inokulasi Khamir dan Tindalisasi
Improvement of Traditional Palm Sap Fermentation by Yeast
Inoculation and Tyndalisation
Eko Lya Ningsih1, Karina B. Lewerissa2 dan B.
Prasetyo3
1Staf Pengajar SMP N 2 Tirtamulya, Karawang
2 Program Studi Teknik Industri,
Universitas Ma Chung, Malang
3Fakultas Biologi Universitas
Kristen Satya Wacana, Salatiga
E-mail: karina.bianca@machung.ac.id
dan
Abstrak
Lêgèn atau tuak telah sejak lama diproduksi dan dikonsumsi oleh sebagian dari masyarakat Indonesia,
khususnya di Jawa. Produk minuman ini difermentasikan secara tradisional dari nira hasil sadapan bunga lontar, kelapa, dan aren. Penerapan
teknologi tradisional pada pembuatan lêgèn menyebabkan produk tidak
tahan lama dan nilai manfaat secara ekonomi kurang dirasakan oleh masyarakat
setempat.
Kajian dasar tentang perbaikan proses fermentasi diperlukan
sebagai landasan penting bagi penerapan inovasi teknologi pengolahan untuk
meningkatkan nilai manfaat lêgèn. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa dominasi khamir sebagai agen
hayati yang aktif melakukan fermentasi pada nira berpotensi memperbaiki proses
fermentasi tradisional.
Perubahan-perubahan jumlah biomassa
sel, glukosa yang dikonsumsi, dan alkohol yang diproduksi selama masa
fermentasi diamati pada nira yang diinokulasi dengan sel-sel khamir.
Pembandingan proses fermentasi berdasarkan parameter-parameter tersebut
terhadap proses fermentasi tradisional dilakukan untuk membuktikan pengaruh
perlakuan yang digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dominasi khamir pada nira mampu mengakumulasikan jumlah alkohol yang lebih
tinggi ketimbang pada fermentasi tradisional. Produk-produk asam yang
dihasilkan selama fermentasi tradisional dan menjadi kelemahan dari lêgèn
tradisional berhasil dikurangi. Kajian laboratorik ini menunjukkan bahwa
tindalisasi nira sebelum fermentasi mampu menghambat pertumbuhan bakteri
kontaminan alami. Perbaikan efisiensi konversi gula menjadi alkohol membuktikan
dominasi fermentasi alkohol oleh sel-sel khamir yang diinokulasikan.
Berdasarkan hasil penelitian
disimpulkan bahwa proses tradisional fermentasi nira diperbaiki jika sel-sel
khamir dapat menjadi dominan. Pemanasan nira secara terbatas (dengan tindalisasi)
dan penggunaan inokulum sel-sel khamir merupakan kontrol proses untuk
menciptakan dominasi tersebut.
Abstract
Lêgèn or tuak has been known as one of the indigenous alcoholic beverages
produced from palm sap (nira) in Indonesia, especially in Java. However, local
technology employed by the manufacturers resulted in a very short shelf-life of
the product and therefore, a less economic value. To increase the added value
of lêgèn innovative production
technology requires basic information which deal with the improvement of the
fermentation process. This study was done to proof that traditional
fermentation of nira might be
improved by inoculation with a particular strain of yeast. The experiment was carried out in the laboratory by
allowing the inoculated yeast cells to ferment nira. Changes in the amounts of
alcohol accumulated in the cultures and glucose consumed by the yeast cells
were observed during fermentation. Such changes were then compared to those of
traditionally fermented batches. The result shows that there is a pH decrease in natural fermentation.
This is due to the activity of bacteria which produce organic acid. On the
other hand, alcohol is a major product in inoculated fermentation, as a
consequence of yeast activities which was inoculated in nira-medium. Data
demonstrated that conversion of glucose into alcohol is more effective in
inoculated fermentation than in natural fermentation. Tyndalisation and
inoculation of selected yeast is proved to be a method for improving the
quality of traditional product by suppressing acid formation.
Key words: lêgèn,
tindalysation, selected yeast, organic acid, alcohol formation
Pendahuluan
Keragaman
suku dan budaya yang heterogen telah memperkaya Indonesia dengan berbagai jenis
pangan (makanan dan minuman) tradisional. Namun, sangat disayangkan bahwa
kekayaan tersebut belum memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakatnya. Saat
ini, masih banyak produksi dilakukan pada skala industri pedesaan atau rumah
tangga untuk konsumsi yang terbatas dengan menggunakan peralatan sederhana dan
teknologi yang belum maju.
Sebagai bagian integral dari
menu sesehari, pangan tradisional akan mampu menjadi tuan rumah di negeri
sendiri dengan konsumen yang lebih luas. Tidak mustahil bahwa produk yang saat
ini lebih banyak dikenal oleh masyarakat di daerah asalnya mampu menjadi
komoditas eksport yang khas Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
diupayakan peningkatan citra pangan tradisional dengan perbaikan teknologi
produksi. Perbaikan ini diharapkan dapat memberi dampak positif pada
peningkatan nilai ekonomi masyarakat. Melalui perbaikan standar mutu, teknologi
pengolahan, kemasan dan penyajian pangan tradisional Indonesia diyakini mampu
bersaing di pasar nasional maupun internasional (Aritenang, 2004). Upaya peningkatan
tersebut memerlukan penguasaan pengetahuan yang menjadi landasan bagi penerapan
inovasi teknologi.
Masalah Penelitian
Pada umumnya teknologi yang
diterapkan di dalam industri pangan tradisional belum mampu menciptakan produk
akhir yang tahan lama. Sebagai contoh, lêgèn yang dikenal secara
tradisional oleh sebagian masyarakat Jawa sebagai minuman (beralkohol) yang
berasal dari nira (kelapa atau lontar). Produk ini dijual sebagai minuman yang
murah; dikemas sangat sederhana dengan masa simpan yang sangat singkat (2-3
hari). Untuk menciptakan produk yang berkualitas, penggunaan inokulum khamir
yang sesuai diduga mampu memperbaiki proses fermentasi dan berpotensi meningkatkan
nilai manfaat lêgèn. Jika sel-sel khamir tersebut dikondisikan menjadi
dominan selama fermentasi, produk utama fermentasi alkohol dapat dikendalikan
ke sasaran yang diharapkan.
Tinjauan Pustaka
Fermentasi
merupakan salah satu proses pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang cukup
tua, yang juga memiliki tujuan memperpanjang daya simpan suatu produk pangan
(Parker, 2007). Produk minuman beralkohol merupakan salah satu bentuk pangan
yang diperoleh melalui proses fermentasi. Menurut Steinkraus (2002) ditinjau
dari segi keamanan pangan, produk minuman beralkohol merupakan pangan yang aman
dikonsumsi. Produk ini pada umumnya merupakan hasil fermentasi khamir, walaupun
kapang seperti Amylomyces rouxii dan
bakteri seperti Zymomonas mobilis
dapat juga melakukan fermentasi alkohol. Substrat umumnya kaya akan kandungan
gula, yang kemudian disulih menjadi alkohol dan CO2 oleh
mikroorganisme yang berperan di dalam proses fermentasi (Steinkraus,
2002).
Pada umumnya, pangan
fermentasi tradisional diolah secara konvensional, dengan nilai nisbah dan
kualitas yang rendah (Achi, 2005). Bahan pangan tradisional biasanya
terfermentasi secara alami, dan diproses melalui pengetahuan yang dikenal
turun-temurun (Achi, 2005). Selama proses fermentasi alami, sejumlah mikro-organisme
mampu bertumbuh dan melakukan berbagai proses metabolisme yang dapat
mempengaruhi hasil akhir suatu produk. Penelitian yang dilakukan oleh Amoa-Awua et al. (2007) terhadap fermentasi
tradisional palm wine di Ghana
menyatakan adanya kelompok khamir, bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat
yang mendominasi selama tahapan proses fermentasi berlangsung. Kehadiran
bakteri asam laktat ditengarai merupakan salah satu penyebab kerusakan minuman
beralkohol (Beneduce et al., 2004).
Perbaikan
proses fermentasi nira dapat dilakukan dengan meningkatkan dominansi pertumbuhan khamir, yang memang
memiliki peranan menyulih gula menjadi alkohol. Isolasi, seleksi, koleksi dan
pembuatan inokulum yang memiliki efisiensi tinggi sangat diperlukan untuk
mengembangkan dan meningkatkan citra pangan fermentasi tradisional (Achi, 2005).
Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan dua macam
fermentasi terhadap nira, yaitu yang terkontaminasi secara alami dan yang
diinokulasi dengan sengaja. Fermentasi
oleh kontaminan alami disimulasi dari proses yang dilakukan oleh masyarakat secara
konvensional. Fermentasi nira oleh inokulum khamir
dilakukan secara curah di dalam bejana fermentor. Penerapan tindalisasi nira
dan penggunaan sel-sel khamir sebagai inokulum dalam proses fermentasi
digunakan sebagai perlakuan terhadap fermentasi oleh mikrobial asli alami
(kontrol). Perubahan-perubahan berat kering sel (BKS), konsumsi glukosa dan produksi
alkohol yang terjadi pada nira diamati selama proses fermentasi berlangsung. Perubahan
pH diamati sebagai parameter
terbentuknya asam organik selama proses fermentasi berlangsung. Berdasarkan
parameter-parameter tersebut, akibat yang ditimbulkan oleh perlakuan terhadap
nira ditetapkan melalui pembandingan dengan kontrol.
Tata
Kerja Penelitian
Nira segar hasil menyadap
bunga lontar diperoleh dari Pati, Jawa Tengah. Selama pengangkutan ke
laboratorium, nira disimpan pada suhu rendah (dengan cara merendam wadah
penampung di dalam es) untuk melambatkan aktivitas mikroorganisme.
Proses fermentasi oleh
kontaminan alami dilakukan pada 900 ml nira yang ditempatkan di dalam
erlenmeyer 2-liter. Sumbat penutup erlenmeyer dilengkapi dengan pipa gelas
untuk menyalurkan gas CO2 yang terlepas dari medium. Substrat
dibiarkan terfermentasi oleh mikroba asli alami.
Fermentasi nira yang
diinokulasi secara sengaja dengan sel-sel isolat khamir dilakukan pada 900 ml
nira steril di dalam fermentor berkapasitas 2-liter. Sterilisasi nira sebelum
digunakan untuk membuat media dilakukan dengan cara tindalisasi (tiga kali
pemanasan pada suhu 70ºC selama 30 menit dengan jeda waktu antar pemanasan 24
jam). Sterilisasi fermentor dalam keadaan kosong dilakukan pada suhu 1210C,
tekanan 1 bar selama 15 menit dengan autoklaf. Substrat diinokulasi secara
aseptik dengan 100 ml suspensi kultur sel khamir (isolat M05) di medium yang
sama. Campuran dipindahkan ke dalam bejana fermentor secara aseptik. Kultur
senantiasa diagitasi oleh top drive motor yang dilengkapi dengan turbine
impeller pada laju 600 rpm.
Strain khamir M05
yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil isolasi dari proses tradisional
pembuatan mur laru merah. Biak murni diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi, Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Pemeliharaan sel-sel dilakukan pada medium agar Yeast extract Glucose
Chloramphenicol (YGC) dengan komposisi (g.l-1): yeast extract,
5; D(+) glucose, 20,0; chloramphenicol, 0.1; agar bakteriologik, 14,9.
Semua bahan disuspensikan dalam aquadest hingga volum 1.000 ml sebelum
disterilkan di dalam autoclave dengan suhu 121°C pada tekanan 1 bar selama 15
menit.
Pemantauan terhadap jenis
mikroba yang tumbuh, pH dan analisis konsentrasi glukosa maupun alkohol
pada semua kultur (fermentasi oleh kontaminan maupun oleh inokulum) dilakukan
terhadap sampel-sampel yang dicuplik selama masa fermentasi tertentu. Jenis mikroba yang hidup selama fermentasi
oleh kontaminan alami dianalisis dengan metode penghitungan koloni (viable
colony count). Perhitungan bakteri dilakukan pada media MRS (Merck) yang merupakan medium selektif untuk bakteri,
sedangkan jumlah khamir ditentukan pada medium YGC (Merck) yang selektif untuk
khamir. Nilai pH dipantau dengan membaca hasil ukur pH-meter
terhadap sampel. Konsentrasi glukosa dan alkohol pada medium dianalisis
dengan menggunakan metode enzimatik (Boehringer Mannheim, 1989) masing-masing berdasarkan nilai serapan
spektrofotometrik ultraviolet pada λ 340 nm. Konsentrasi biomassa ditetapkan
berdasarkan berat kering sel sampel kultur sesuai dengan metode Koch (1981).
2.2. Analisis data
Karena fermentasi berlangsung
dengan sistem tertutup (kultur curah) tidak ada penambahan medium ke dalam
fermentor ataupun erlenmeyer yang digunakan. Kecuali pada awal pertumbuhan,
volum kultur pada suatu saat tertentu senantiasa berkurang dari volum awal
sebagai akibat pencuplikan sejumlah vs. Jumlah biomassa (X)
dan alkohol (P) pada suatu saat (t), masing-masing merupakan
akumulasi dari biomassa atau alkohol pada awal pertumbuhan curah (VoCx
atau VoCP) dan jumlah yang diproduksi (rx.t
atau rP.t), dikurangi dengan jumlah (vs.Cx
atau vs.CP) yang dikeluarkan (dicuplik). rx
atau rP menunjukkan laju produksi biomassa atau alkohol.
Karena jumlah biomassa dan alkohol pada cuplikan diabaikan, V=Vo–vs.
Akumulasi produk biomassa digambarkan sebagai
= = VoCx + rx.t
dan akumulasi alkohol sebagai
= = VoCP + rP.t
Produksi (gram)
biomassa sel dan (mmol) alkohol dihitung masing-masing sebagai (Xn-Xo)
dan (Pn-Po) di mana Xn
atau Pn adalah total biomassa sel atau total alkohol pada
saat t ke n dan Xo atau Po adalah
total biomassa sel atau total alkohol pada saat t ke 0 (mula-mula).
Milimolar glukosa yang dikonsumsi dihitung sebagai (So-Sn),
di mana So adalah total milimolar glukosa pada awal
pertumbuhan (t ke 0) dan Sn adalah total milimolar glukosa pada saat t
ke n.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
percobaan fermentasi pada substrat yang digunakan menunjukkan bahwa sejumlah
mikroorganisme mampu tumbuh dan melakukan fermentasi terhadap nira lontar. Pada nira yang terfermentasi secara alami, sejumlah
mikroflora asli alami tumbuh dan melakukan berbagai aktivitas metabolik untuk
memanfaatkan substrat yang tersedia.
Sebagaimana
ditampilkan pada Gambar 1(A), selama fermentasi alami (kontrol) kelompok
bakteri tumbuh lebih mendominasi di dalam media nira segar dibanding kelompok
khamir. Dominansi populasi bakteri pada awal fermentasi diduga
dipengaruhi oleh waktu generasi bakteri yang lebih singkat dibanding khamir (Schlegel,
1984; Madigan dan Martinko, 2006).
Perlakuan tindalisasi
substrat berdampak pada penurunan jumlah bakteri yang terhitung pada medium
agar. Hal ini terlihat dengan jelas sebagaimana tersaji pada gambar 1B. Pertambahan
jumlah khamir yang ditemukan pada nira yang diinokulasi menunjukkan pertumbuhan
sel-sel dari isolat yang digunakan. Gambar ini juga menyiratkan bahwa durasi fase
adaptasi khamir terhadap kondisi kultur menjadi lebih singkat akibat inokulasi
sel-sel aktif ke dalam medium.
|
|
|
|
Pertumbuhan mikroba (bakteri dan khamir) alami pada nira mengakibatkan
peningkatan pada jumlah biomassa yang diproduksi dalam kultur. Perbedaan nyata
pada pertambahan produksi biomassa memastikan perbedaan jumlah sel mikroba yang
terhitung pada medium agar. Pertambahan berat kering sel (Gambar 2) yang meningkat
dengan pesat setelah jam ke-25 memberi gambaran perkembangbiakan mikroba
(bakteri dan khamir) asli alami di dalam nira. Sementara itu, pertumbuhan
sel-sel khamir pada nira yang diinokulasi secara sengaja tidak mengalami
pertambahan yang berarti jika dibandingkan dengan nira fermentasi alami.
Tampaknya, pertumbuhan sel-sel khamir yang diinokulasikan (strain M05) terkondisi oleh lingkungan medium (nira) untuk
melakukan fermentasi dengan konsekuensi kurang produktif menghasilkan biomassa.
Hasil penelitian lain menyatakan bahwa upaya memperkaya medium (nira) dengan
asam amino berhasil meningkatkan jumlah biomassa khamir namun tidak meningkatkan
jumlah alkohol yang diproduksi (Prasetyo, B.; unpublished data).
Gambar 2. Pertambahan
biomassa mikrobial selama masa fermentasi oleh mikrobial asli alami (◊) dan oleh khamir yang diinokulasikan
(▲) selama masa fermentasi nira.
Ragam populasi mikroba mempengaruhi komposisi produk akhir yang akan
dibentuk dari substrat fermentasi. Kehadiran berbagai mikroba kontaminan alami
dengan aktivitas fermentasi yang berbeda-beda berpeluang mengakibatkan beraneka
macam produk fermentasi terakumulasikan pada nira. Ketika sejumlah bakteri
tumbuh pada awal fermentasi nira, terbentuk produk selain alkohol yang masam,
yang dibuktikan oleh penurunan pH
medium. Sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3., nilai pH nira yang
terfermentasi oleh kontaminan alami mengalami penurunan lebih besar dibanding
yang diinokulasi dengan sel-sel khamir. Kecenderungan
pemasaman nira tampaknya terkait dengan perkembangbiakan bakteri pada tahap
awal fermentasi. Meskipun akumulasi asam tidak dianalisis dalam
percobaan ini, penurunan nilai pH
nira selama fermentasi mencerminkan terjadinya akumulasi asam. Kondisi ini
mengakibatkan terkendalanya pertambahan jumlah sel bakteri pada fermentasi nira alami seiring
dengan pertambahan waktu fermentasi. Sementara itu, penurunan jumlah
bakteri seiring dengan masa fermentasi nira oleh kontaminan alami tidak
dijumpai pada fermentasi nira yang diinokulasi. Hal ini dipengaruhi oleh nilai pH
yang relatif stabil selama fermentasi berlangsung.
Gambar 3.
Perubahan pH kultur selama masa fermentasi nira oleh kontaminan alami
(◊) dan oleh khamir yang diinokulasikan (▲).
Konsumsi
gula, salah satu di antaranya adalah glukosa, merupakan konsekuensi dari
aktivitas metabolik mikroorganisme yang tumbuh pada nira. Tabel 1. menyiratkan
bahwa jumlah alkohol yang dibentuk melebihi nisbah produksi alkohol secara
teoritis, dari konsumsi glukosa. Nilai nisbah ini didasarkan
pada persamaan pembentukan alkohol dari
substrat glukosa yaitu, C6H12O6 à 2 C2H5OH
+ 2 CO2. Hasil ini memberi dugaan bahwa glukosa bukan merupakan
satu-satunya sumber karbon selama proses fermentasi berlangsung. Ogan dan Eze
(1988) melaporkan bahwa nira mengandung sebagian besar gula (sukrosa, fruktosa,
glukosa dan beberapa jenis gula lain) yang dapat merupakan sumber karbon bagi
mikroorganisme.
Sebagaimana tertera pada Tabel 1, dapat dinyatakan bahwa pemanfaatan
glukosa pada nira yang terfermentasi alami tidak mengarah kepada pembentukan
alkohol. Jika dibandingkan dengan alkohol yang diproduksi pada fermentasi
terkontrol, maka jelas terlihat bahwa fermentasi glukosa oleh sel-sel mikroba (mikroflora
asli alami) yang dominan lebih cenderung menghasilkan asam ketimbang alkohol.
Asam asetat diduga merupakan produk dari fermentasi oleh sel-sel bakteri
(Gottschalk, 1985). Pembentukan asam
asetat yang berlebih selama proses fermentasi mengarah pada kualitas minuman
yang rendah (Lonvaud-Funel, 1999). Kecenderungan membentuk asam (asetat) dari
gula/glukosa diduga merupakan upaya sel-sel
bakteri untuk memperoleh lebih banyak energi dari substrat (gula/glukosa) bagi
sintesis biomassa.
Ketika kompetisi dengan bakteri dibuat seminimal mungkin, glukosa
dikonversi menjadi alkohol. Inokulasi secara sengaja telah mengakibatkan dominasi populasi sel-sel khamir
dan mempersingkat masa adaptasi sel-sel khamir pada nira. Kemampuan strain
M05 menghasilkan lebih banyak alkohol tercermin dari jumlah glukosa yang
dikonsumsi selama fermentasi nira. Pada
nira yang terfermentasi secara alami, jumlah glukosa yang dikonsumsi oleh sel
lebih besar dibanding pada nira diinokulasi secara sengaja (Gambar 4.), namun
jumlah alkohol yang terbentuk jauh lebih kecil.
Tabel 1.
Perubahan (glukosa) yang dikonsumsi dan mM alkohol yang diproduksi selama fermentasi
nira.
Parameter fermentasi
|
Alami*
|
Diinokulasi§ (mM)
|
glukosa yang dikonsumsi
|
0
0,16
0,23
0,24
|
0
0,08
0,10
0,18
|
alkohol yang diproduksi
|
0
4,8
6,1
4,4
|
0
24,3
31,3
37,2
|
*:
waktu fermentasi berturut-turut adalah
0, 12, 32, 44 jam
§: waktu fermentasi
berturut-turut adalah 0, 12, 18, 24 jam
Gambar 4. Konsumsi
glukosa selama masa fermentasi nira yang diinokulasi (▲) dan yang terfermentasi
oleh kontaminan alami (◊).
Di lain pihak konsekuensi dari inokulasi khamir pada nira sangat
jelas terlihat dari alkohol yang terakumulasi secara nyata (Gambar 5.).
Pembentukan asam organik berhasil diminimalkan dengan cara menekan jumlah
populasi bakteri kontaminan melalui proses tindalisasi.
Gambar 5. Jumlah alkohol yang terakumulasi selama
fermentasi pada nira yang diinokulasi (▲) dan yang terfermentasi oleh
kontaminan alami (◊).
Kesimpulan
Pengendalian
proses fermentasi dengan inokulan sel-sel khamir strain M05 pada nira yang ditindalisasi terbukti meningkatkan
kandungan alkohol. Akumulasi asam yang umumnya terjadi pada produk minuman
legen tradisional, terbukti dapat diminimalkan dengan proses ini.
Saran
Akumulasi asam dalam percobaan ini dipantau melalui
penurunan pH. Identifikasi mengenai
jenis asam yang dihasilkan dapat memberi gambaran yang lebih jelas mengenai perubahan-perubahan
yang terjadi selama proses fermentasi berlangsung.
Daftar Pustaka
Achi, O.K., 2005. The
Potential for Upgrading Traditional Fermented Foods through Biotechnology. Review.
African Journal of Biotechnology
Vol. 4 (5), pp. 375-380.
Aritenang, W.
2004. Potret Pangan Tradisional. Simposium
Nasional Hak Kekayaan Intelektual dan Standarisasi. Deputi Pendayagunaan
dan Pemasya-rakatan IPTEK. Kementrian Riset dan
Teknologi RI. Klinik HAKI
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang 28 September 2004.
Beneduce,
L., Spano, G., Vernile, A., Tarantion, D., Massa, S., 2004. Molecular
characterizationof lactic acid populations asociated with wine spoilage.
Journal of Basic Microbiology Vol 44 (1) 10-6.
Eze, M.O., Ogan,
U. 1988. Sugars of the unfermented sap and the wine from the oil plam, Elaeis
guinensis, tree. Plant Foods Human Nutrition. Vol 38 (2): 121-6
Gottschalk, G. 1985. Bacterial Metabolism. Springer-Verlag, New York.
Koch, A.L. 1981. Growth Measurement. Dalam P. Gerhardt, RGE Murray, RN Costilow, EW
Nesten, WA Awood, NR Krieg dan GB Phillips. (Eds). Manual of Methods for
General Bacteriology, American Society for Microbiology. Washington
Lonvaud-Funel, A.
1999. Lactic acid
bacteria in the quality improvement and depreciation of wine. Antonie
Van Leeuwenhoek. 1999 Jul-Nov;76(1-4):317-31.
Madigan, M. dan Martinko, J. M. 2006. Brock Biology of Microorganims. Pearson Education Inc. N.J. The United State of America.
Mannheim, B. 1989.
Methods of Biochemical Analysis and Food
Analysis–Using Single Reagents. Boehringer-Mannheim GmbH. Biochemica.
Parker,
R. 2003. Introduction to Food Science.
Delmar, Thomson Learning, New York.
Prasetyo, B. 2005. Unpublished data. Koordinator Bidang Pengembangan Mikrobiologi dan
Biologi Industri, Fakultas Biologi, UKSW. Salatiga.
Salle, A.J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology.
Mc Graw-Hill Book Company, Inc. America.
Schlegel, H.G.
1984. General Microbiology. Cambridge
University Press. Cambridge.
Steinkraus. K.H. 2002. Fermentations in World Food Processing.
Comprehensive Review. Institute of Food Technologist.Vol 1, 23 -32.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar