Sabtu, 05 Oktober 2013

Artikel 2010




Perbaikan Fermentasi Nira Tradisional dengan Inokulasi Khamir dan Tindalisasi
Improvement of Traditional Palm Sap Fermentation by Yeast Inoculation and Tyndalisation
Eko Lya Ningsih1, Karina B. Lewerissa2 dan B. Prasetyo3
1Staf Pengajar SMP N 2 Tirtamulya, Karawang
2 Program Studi Teknik Industri, Universitas Ma Chung, Malang
3Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Abstrak
Lêgèn atau tuak telah sejak lama diproduksi dan dikonsumsi oleh sebagian dari masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa. Produk minuman ini difermentasikan secara tradisional dari nira hasil sadapan bunga lontar, kelapa, dan aren. Penerapan teknologi tradisional pada pembuatan lêgèn menyebabkan produk tidak tahan lama dan nilai manfaat secara ekonomi kurang dirasakan oleh masyarakat setempat.
Kajian dasar tentang perbaikan proses fermentasi diperlukan sebagai landasan penting bagi penerapan inovasi teknologi pengolahan untuk meningkatkan nilai manfaat lêgèn. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa dominasi khamir sebagai agen hayati yang aktif melakukan fermentasi pada nira berpotensi memperbaiki proses fermentasi tradisional.
            Perubahan-perubahan jumlah biomassa sel, glukosa yang dikonsumsi, dan alkohol yang diproduksi selama masa fermentasi diamati pada nira yang diinokulasi dengan sel-sel khamir. Pembandingan proses fermentasi berdasarkan parameter-parameter tersebut terhadap proses fermentasi tradisional dilakukan untuk membuktikan pengaruh perlakuan yang digunakan.
            Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominasi khamir pada nira mampu mengakumulasikan jumlah alkohol yang lebih tinggi ketimbang pada fermentasi tradisional. Produk-produk asam yang dihasilkan selama fermentasi tradisional dan menjadi kelemahan dari lêgèn tradisional berhasil dikurangi. Kajian laboratorik ini menunjukkan bahwa tindalisasi nira sebelum fermentasi mampu menghambat pertumbuhan bakteri kontaminan alami. Perbaikan efisiensi konversi gula menjadi alkohol membuktikan dominasi fermentasi alkohol oleh sel-sel khamir yang diinokulasikan.
            Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa proses tradisional fermentasi nira diperbaiki jika sel-sel khamir dapat menjadi dominan. Pemanasan nira secara terbatas (dengan tindalisasi) dan penggunaan inokulum sel-sel khamir merupakan kontrol proses untuk menciptakan dominasi tersebut.

Abstract
Lêgèn or tuak has been known as one of the indigenous alcoholic beverages produced from palm sap (nira) in Indonesia, especially in Java. However, local technology employed by the manufacturers resulted in a very short shelf-life of the product and therefore, a less economic value. To increase the added value of lêgèn innovative production technology requires basic information which deal with the improvement of the fermentation process. This study was done to proof that traditional fermentation of nira might be improved by inoculation with a particular strain of yeast. The experiment was carried out in the laboratory by allowing the inoculated yeast cells to ferment nira. Changes in the amounts of alcohol accumulated in the cultures and glucose consumed by the yeast cells were observed during fermentation. Such changes were then compared to those of traditionally fermented batches. The result shows that there is a pH decrease in natural fermentation. This is due to the activity of bacteria which produce organic acid. On the other hand, alcohol is a major product in inoculated fermentation, as a consequence of yeast activities which was inoculated in nira-medium. Data demonstrated that conversion of glucose into alcohol is more effective in inoculated fermentation than in natural fermentation. Tyndalisation and inoculation of selected yeast is proved to be a method for improving the quality of traditional product by suppressing acid formation.
Key words: lêgèn, tindalysation, selected yeast, organic acid, alcohol formation

Pendahuluan
            Keragaman suku dan budaya yang heterogen telah memperkaya Indonesia dengan berbagai jenis pangan (makanan dan minuman) tradisional. Namun, sangat disayangkan bahwa kekayaan tersebut belum memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakatnya. Saat ini, masih banyak produksi dilakukan pada skala industri pedesaan atau rumah tangga untuk konsumsi yang terbatas dengan menggunakan peralatan sederhana dan teknologi yang belum maju.
Sebagai bagian integral dari menu sesehari, pangan tradisional akan mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan konsumen yang lebih luas. Tidak mustahil bahwa produk yang saat ini lebih banyak dikenal oleh masyarakat di daerah asalnya mampu menjadi komoditas eksport yang khas Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diupayakan peningkatan citra pangan tradisional dengan perbaikan teknologi produksi. Perbaikan ini diharapkan dapat memberi dampak positif pada peningkatan nilai ekonomi masyarakat. Melalui perbaikan standar mutu, teknologi pengolahan, kemasan dan penyajian pangan tradisional Indonesia diyakini mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional (Aritenang, 2004). Upaya peningkatan tersebut memerlukan penguasaan pengetahuan yang menjadi landasan bagi penerapan inovasi teknologi.

Masalah Penelitian
Pada umumnya teknologi yang diterapkan di dalam industri pangan tradisional belum mampu menciptakan produk akhir yang tahan lama. Sebagai contoh, lêgèn yang dikenal secara tradisional oleh sebagian masyarakat Jawa sebagai minuman (beralkohol) yang berasal dari nira (kelapa atau lontar). Produk ini dijual sebagai minuman yang murah; dikemas sangat sederhana dengan masa simpan yang sangat singkat (2-3 hari). Untuk menciptakan produk yang berkualitas, penggunaan inokulum khamir yang sesuai diduga mampu memperbaiki proses fermentasi dan berpotensi meningkatkan nilai manfaat lêgèn. Jika sel-sel khamir tersebut dikondisikan menjadi dominan selama fermentasi, produk utama fermentasi alkohol dapat dikendalikan ke sasaran yang diharapkan.

Tinjauan Pustaka
            Fermentasi merupakan salah satu proses pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang cukup tua, yang juga memiliki tujuan memperpanjang daya simpan suatu produk pangan (Parker, 2007). Produk minuman beralkohol merupakan salah satu bentuk pangan yang diperoleh melalui proses fermentasi. Menurut Steinkraus (2002) ditinjau dari segi keamanan pangan, produk minuman beralkohol merupakan pangan yang aman dikonsumsi. Produk ini pada umumnya merupakan hasil fermentasi khamir, walaupun kapang seperti Amylomyces rouxii dan bakteri seperti Zymomonas mobilis dapat juga melakukan fermentasi alkohol. Substrat umumnya kaya akan kandungan gula, yang kemudian disulih menjadi alkohol dan CO2 oleh mikroorganisme yang berperan di dalam proses fermentasi (Steinkraus, 2002).  
Pada umumnya, pangan fermentasi tradisional diolah secara konvensional, dengan nilai nisbah dan kualitas yang rendah (Achi, 2005). Bahan pangan tradisional biasanya terfermentasi secara alami, dan diproses melalui pengetahuan yang dikenal turun-temurun (Achi, 2005). Selama proses fermentasi alami, sejumlah mikro-organisme mampu bertumbuh dan melakukan berbagai proses metabolisme yang dapat mempengaruhi hasil akhir suatu produk. Penelitian yang dilakukan oleh Amoa-Awua et al. (2007) terhadap fermentasi tradisional palm wine di Ghana menyatakan adanya kelompok khamir, bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat yang mendominasi selama tahapan proses fermentasi berlangsung. Kehadiran bakteri asam laktat ditengarai merupakan salah satu penyebab kerusakan minuman beralkohol (Beneduce et al., 2004).
Perbaikan proses fermentasi nira dapat dilakukan dengan meningkatkan  dominansi pertumbuhan khamir, yang memang memiliki peranan menyulih gula menjadi alkohol. Isolasi, seleksi, koleksi dan pembuatan inokulum yang memiliki efisiensi tinggi sangat diperlukan untuk mengembangkan dan meningkatkan citra pangan fermentasi tradisional (Achi, 2005).

Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan dua macam fermentasi terhadap nira, yaitu yang terkontaminasi secara alami dan yang diinokulasi dengan sengaja. Fermentasi oleh kontaminan alami disimulasi dari proses yang dilakukan oleh masyarakat secara konvensional. Fermentasi nira oleh inokulum khamir dilakukan secara curah di dalam bejana fermentor. Penerapan tindalisasi nira dan penggunaan sel-sel khamir sebagai inokulum dalam proses fermentasi digunakan sebagai perlakuan terhadap fermentasi oleh mikrobial asli alami (kontrol). Perubahan-perubahan berat kering sel (BKS), konsumsi glukosa dan produksi alkohol yang terjadi pada nira diamati selama proses fermentasi berlangsung. Perubahan pH diamati sebagai parameter terbentuknya asam organik selama proses fermentasi berlangsung. Berdasarkan parameter-parameter tersebut, akibat yang ditimbulkan oleh perlakuan terhadap nira ditetapkan melalui pembandingan dengan kontrol.
Tata Kerja Penelitian
Nira segar hasil menyadap bunga lontar diperoleh dari Pati, Jawa Tengah. Selama pengangkutan ke laboratorium, nira disimpan pada suhu rendah (dengan cara merendam wadah penampung di dalam es) untuk melambatkan aktivitas mikroorganisme.
Proses fermentasi oleh kontaminan alami dilakukan pada 900 ml nira yang ditempatkan di dalam erlenmeyer 2-liter. Sumbat penutup erlenmeyer dilengkapi dengan pipa gelas untuk menyalurkan gas CO2 yang terlepas dari medium. Substrat dibiarkan terfermentasi oleh mikroba asli alami.
Fermentasi nira yang diinokulasi secara sengaja dengan sel-sel isolat khamir dilakukan pada 900 ml nira steril di dalam fermentor berkapasitas 2-liter. Sterilisasi nira sebelum digunakan untuk membuat media dilakukan dengan cara tindalisasi (tiga kali pemanasan pada suhu 70ºC selama 30 menit dengan jeda waktu antar pemanasan 24 jam). Sterilisasi fermentor dalam keadaan kosong dilakukan pada suhu 1210C, tekanan 1 bar selama 15 menit dengan autoklaf. Substrat diinokulasi secara aseptik dengan 100 ml suspensi kultur sel khamir (isolat M05) di medium yang sama. Campuran dipindahkan ke dalam bejana fermentor secara aseptik. Kultur senantiasa diagitasi oleh top drive motor yang dilengkapi dengan turbine impeller pada laju 600 rpm.
Strain khamir M05 yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil isolasi dari proses tradisional pembuatan mur laru merah. Biak murni diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Pemeliharaan sel-sel dilakukan pada medium agar Yeast extract Glucose Chloramphenicol (YGC) dengan komposisi (g.l-1): yeast extract, 5; D(+) glucose, 20,0; chloramphenicol, 0.1; agar bakteriologik, 14,9. Semua bahan disuspensikan dalam aquadest hingga volum 1.000 ml sebelum disterilkan di dalam autoclave dengan suhu 121°C pada tekanan 1 bar selama 15 menit.
Pemantauan terhadap jenis mikroba yang tumbuh, pH dan analisis konsentrasi glukosa maupun alkohol pada semua kultur (fermentasi oleh kontaminan maupun oleh inokulum) dilakukan terhadap sampel-sampel yang dicuplik selama masa fermentasi tertentu. Jenis mikroba yang hidup selama fermentasi oleh kontaminan alami dianalisis dengan metode penghitungan koloni (viable colony count). Perhitungan bakteri dilakukan pada media MRS (Merck)  yang merupakan medium selektif untuk bakteri, sedangkan jumlah khamir ditentukan pada medium YGC (Merck) yang selektif untuk khamir. Nilai pH dipantau dengan membaca hasil ukur pH-meter terhadap sampel. Konsentrasi glukosa dan alkohol pada medium dianalisis dengan menggunakan metode enzimatik (Boehringer Mannheim, 1989) masing-masing berdasarkan nilai serapan spektrofotometrik ultraviolet pada λ 340 nm. Konsentrasi biomassa ditetapkan berdasarkan berat kering sel sampel kultur sesuai dengan metode Koch (1981).

2.2.  Analisis data

Karena fermentasi berlangsung dengan sistem tertutup (kultur curah) tidak ada penambahan medium ke dalam fermentor ataupun erlenmeyer yang digunakan. Kecuali pada awal pertumbuhan, volum kultur pada suatu saat tertentu senantiasa berkurang dari volum awal sebagai akibat pencuplikan sejumlah vs. Jumlah biomassa (X) dan alkohol (P) pada suatu saat (t), masing-masing merupakan akumulasi dari biomassa atau alkohol pada awal pertumbuhan curah (VoCx atau VoCP) dan jumlah yang diproduksi (rx.t atau rP.t), dikurangi dengan jumlah (vs.Cx atau vs.CP) yang dikeluarkan (dicuplik). rx atau rP menunjukkan laju produksi biomassa atau alkohol. Karena jumlah biomassa dan alkohol pada cuplikan diabaikan, V=Vovs. Akumulasi produk biomassa digambarkan sebagai
= =  VoCx + rx.t
dan akumulasi alkohol sebagai
= =  VoCP + rP.t
Produksi (gram) biomassa sel dan (mmol) alkohol dihitung masing-masing sebagai (Xn-Xo) dan (Pn-Po) di mana Xn atau Pn adalah total biomassa sel atau total alkohol pada saat t ke n dan Xo atau Po adalah total biomassa sel atau total alkohol pada saat t ke 0 (mula-mula). Milimolar glukosa yang dikonsumsi dihitung sebagai (So-Sn), di mana So adalah total milimolar glukosa pada awal pertumbuhan (t ke 0) dan Sn  adalah total milimolar glukosa pada saat t ke n.



HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil percobaan fermentasi pada substrat yang digunakan menunjukkan bahwa sejumlah mikroorganisme mampu tumbuh dan melakukan fermentasi terhadap nira lontar. Pada nira yang terfermentasi secara alami, sejumlah mikroflora asli alami tumbuh dan melakukan berbagai aktivitas metabolik untuk memanfaatkan substrat yang tersedia.
Sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1(A), selama fermentasi alami (kontrol) kelompok bakteri tumbuh lebih mendominasi di dalam media nira segar dibanding kelompok khamir. Dominansi populasi bakteri pada awal fermentasi diduga dipengaruhi oleh waktu generasi bakteri yang lebih singkat dibanding khamir (Schlegel, 1984; Madigan dan Martinko, 2006).
Perlakuan tindalisasi substrat berdampak pada penurunan jumlah bakteri yang terhitung pada medium agar. Hal ini terlihat dengan jelas sebagaimana tersaji pada gambar 1B. Pertambahan jumlah khamir yang ditemukan pada nira yang diinokulasi menunjukkan pertumbuhan sel-sel dari isolat yang digunakan. Gambar ini juga menyiratkan bahwa durasi fase adaptasi khamir terhadap kondisi kultur menjadi lebih singkat akibat inokulasi sel-sel aktif ke dalam medium.
B
 
A
 
 



 
Gambar 1. Aktivitas khamir (●) dan bakteri (■) selama masa fermentasi nira oleh mikroflora asli (A) dan nira yang diinokulasi dengan sel khamir M05 (B)
 




Pertumbuhan mikroba (bakteri dan khamir) alami pada nira mengakibatkan peningkatan pada jumlah biomassa yang diproduksi dalam kultur. Perbedaan nyata pada pertambahan produksi biomassa memastikan perbedaan jumlah sel mikroba yang terhitung pada medium agar. Pertambahan berat kering sel (Gambar 2) yang meningkat dengan pesat setelah jam ke-25 memberi gambaran perkembangbiakan mikroba (bakteri dan khamir) asli alami di dalam nira. Sementara itu, pertumbuhan sel-sel khamir pada nira yang diinokulasi secara sengaja tidak mengalami pertambahan yang berarti jika dibandingkan dengan nira fermentasi alami. Tampaknya, pertumbuhan sel-sel khamir yang diinokulasikan (strain M05) terkondisi oleh lingkungan medium (nira) untuk melakukan fermentasi dengan konsekuensi kurang produktif menghasilkan biomassa. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa upaya memperkaya medium (nira) dengan asam amino berhasil meningkatkan jumlah biomassa khamir namun tidak meningkatkan jumlah alkohol yang diproduksi (Prasetyo, B.; unpublished data).






Gambar 2. Pertambahan biomassa mikrobial selama masa fermentasi oleh mikrobial asli alami () dan oleh khamir yang diinokulasikan (▲) selama masa fermentasi nira.

Ragam populasi mikroba mempengaruhi komposisi produk akhir yang akan dibentuk dari substrat fermentasi. Kehadiran berbagai mikroba kontaminan alami dengan aktivitas fermentasi yang berbeda-beda berpeluang mengakibatkan beraneka macam produk fermentasi terakumulasikan pada nira. Ketika sejumlah bakteri tumbuh pada awal fermentasi nira, terbentuk produk selain alkohol yang masam, yang dibuktikan oleh penurunan pH medium. Sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3., nilai pH nira yang terfermentasi oleh kontaminan alami mengalami penurunan lebih besar dibanding yang diinokulasi dengan sel-sel khamir. Kecenderungan pemasaman nira tampaknya terkait dengan perkembangbiakan bakteri pada tahap awal fermentasi. Meskipun akumulasi asam tidak dianalisis dalam percobaan ini, penurunan nilai pH nira selama fermentasi mencerminkan terjadinya akumulasi asam. Kondisi ini mengakibatkan terkendalanya pertambahan jumlah sel bakteri pada fermentasi nira alami seiring dengan pertambahan waktu fermentasi. Sementara itu, penurunan jumlah bakteri seiring dengan masa fermentasi nira oleh kontaminan alami tidak dijumpai pada fermentasi nira yang diinokulasi. Hal ini dipengaruhi oleh nilai pH yang relatif stabil selama fermentasi berlangsung.





Gambar 3. Perubahan pH kultur selama masa fermentasi nira oleh kontaminan alami (◊) dan oleh khamir yang diinokulasikan (▲).

Konsumsi gula, salah satu di antaranya adalah glukosa, merupakan konsekuensi dari aktivitas metabolik mikroorganisme yang tumbuh pada nira. Tabel 1. menyiratkan bahwa jumlah alkohol yang dibentuk melebihi nisbah produksi alkohol secara teoritis, dari konsumsi glukosa. Nilai nisbah ini didasarkan pada  persamaan pembentukan alkohol dari substrat glukosa yaitu, C6H12O6 à 2 C2H5OH + 2 CO2. Hasil ini memberi dugaan bahwa glukosa bukan merupakan satu-satunya sumber karbon selama proses fermentasi berlangsung. Ogan dan Eze (1988) melaporkan bahwa nira mengandung sebagian besar gula (sukrosa, fruktosa, glukosa dan beberapa jenis gula lain) yang dapat merupakan sumber karbon bagi mikroorganisme.
Sebagaimana tertera pada Tabel 1, dapat dinyatakan bahwa pemanfaatan glukosa pada nira yang terfermentasi alami tidak mengarah kepada pembentukan alkohol. Jika dibandingkan dengan alkohol yang diproduksi pada fermentasi terkontrol, maka jelas terlihat bahwa fermentasi glukosa oleh sel-sel mikroba (mikroflora asli alami) yang dominan lebih cenderung menghasilkan asam ketimbang alkohol. Asam asetat diduga merupakan produk dari fermentasi oleh sel-sel bakteri (Gottschalk, 1985).  Pembentukan asam asetat yang berlebih selama proses fermentasi mengarah pada kualitas minuman yang rendah (Lonvaud-Funel, 1999). Kecenderungan membentuk asam (asetat) dari gula/glukosa diduga merupakan upaya sel-sel bakteri untuk memperoleh lebih banyak energi dari substrat (gula/glukosa) bagi sintesis biomassa.
Ketika kompetisi dengan bakteri dibuat seminimal mungkin, glukosa dikonversi menjadi alkohol. Inokulasi secara sengaja telah mengakibatkan dominasi populasi sel-sel khamir dan mempersingkat masa adaptasi sel-sel khamir pada nira. Kemampuan strain M05 menghasilkan lebih banyak alkohol tercermin dari jumlah glukosa yang dikonsumsi selama fermentasi nira. Pada nira yang terfermentasi secara alami, jumlah glukosa yang dikonsumsi oleh sel lebih besar dibanding pada nira diinokulasi secara sengaja (Gambar 4.), namun jumlah alkohol yang terbentuk jauh lebih kecil.
Tabel 1. Perubahan (glukosa) yang dikonsumsi dan mM alkohol yang diproduksi selama fermentasi nira.
Parameter fermentasi
Alami*
Diinokulasi§ (mM)
glukosa yang dikonsumsi
0
0,16
0,23
0,24
0
0,08
0,10
0,18
alkohol yang diproduksi
0
4,8
6,1
4,4
0
24,3
31,3
37,2
*: waktu fermentasi  berturut-turut adalah 0, 12, 32, 44 jam
§: waktu fermentasi  berturut-turut adalah 0, 12, 18, 24 jam

Gambar 4. Konsumsi glukosa selama masa fermentasi nira yang diinokulasi (▲) dan yang terfermentasi oleh kontaminan alami ().     

Di lain pihak konsekuensi dari inokulasi khamir pada nira sangat jelas terlihat dari alkohol yang terakumulasi secara nyata (Gambar 5.). Pembentukan asam organik berhasil diminimalkan dengan cara menekan jumlah populasi bakteri kontaminan melalui proses tindalisasi.

Gambar 5. Jumlah alkohol yang terakumulasi selama fermentasi pada nira yang diinokulasi (▲) dan yang terfermentasi oleh kontaminan alami ().

Kesimpulan

Pengendalian proses fermentasi dengan inokulan sel-sel khamir strain M05 pada nira yang ditindalisasi terbukti meningkatkan kandungan alkohol. Akumulasi asam yang umumnya terjadi pada produk minuman legen tradisional, terbukti dapat diminimalkan dengan proses ini.
Saran
            Akumulasi asam dalam percobaan ini dipantau melalui penurunan pH. Identifikasi mengenai jenis asam yang dihasilkan dapat memberi gambaran yang lebih jelas mengenai perubahan-perubahan yang terjadi selama proses fermentasi berlangsung.
Daftar Pustaka

Achi, O.K., 2005. The Potential for Upgrading Traditional Fermented Foods through Biotechnology.  Review.  African Journal of Biotechnology Vol. 4 (5), pp. 375-380.
Aritenang, W. 2004. Potret Pangan Tradisional. Simposium Nasional Hak Kekayaan Intelektual dan Standarisasi. Deputi Pendayagunaan dan Pemasya-rakatan IPTEK. Kementrian Riset dan Teknologi RI. Klinik HAKI Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang 28 September 2004.
Beneduce, L., Spano, G., Vernile, A., Tarantion, D., Massa, S., 2004.  Molecular characterizationof lactic acid populations asociated with wine spoilage. Journal of Basic Microbiology Vol 44 (1) 10-6.
Eze, M.O., Ogan, U. 1988. Sugars of the unfermented sap and the wine from the oil plam, Elaeis guinensis, tree. Plant Foods Human Nutrition. Vol 38 (2): 121-6
Gottschalk, G. 1985. Bacterial Metabolism. Springer-Verlag, New York.
Koch, A.L. 1981. Growth Measurement. Dalam  P. Gerhardt, RGE Murray, RN Costilow, EW Nesten, WA Awood, NR Krieg dan GB Phillips. (Eds). Manual of Methods for General Bacteriology, American Society for Microbiology. Washington
Lonvaud-Funel, A. 1999. Lactic acid bacteria in the quality improvement and depreciation of wine. Antonie Van Leeuwenhoek. 1999 Jul-Nov;76(1-4):317-31.
Madigan, M.  dan Martinko, J. M. 2006. Brock Biology of Microorganims. Pearson Education Inc. N.J. The United State of America.

Mannheim, B. 1989. Methods of Biochemical Analysis and Food Analysis–Using Single Reagents. Boehringer-Mannheim GmbH. Biochemica.

Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. Delmar, Thomson Learning, New York.

Prasetyo, B. 2005. Unpublished data. Koordinator Bidang Pengembangan Mikrobiologi dan Biologi Industri, Fakultas Biologi, UKSW. Salatiga.
Salle, A.J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. Mc Graw-Hill Book Company, Inc. America.
Schlegel, H.G. 1984. General Microbiology. Cambridge University Press. Cambridge.
Steinkraus. K.H. 2002. Fermentations in World Food Processing. Comprehensive Review. Institute of Food Technologist.Vol 1, 23 -32.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar